Jumat, 15 Juli 2011

~RENCANA ALLAH TENTANG KELUARGA~


by : Coff Fransiscko Uweubun

PENDAHULUAN

Kalimat pertama Familiaris Consortio menyatakan: Keluarga modern, lebih dari semua lembaga lainnya, mengalami krisis yang mendalam. Ada keluarga yang masih mampu menghayati nilai-nilai luhur lembaga perkawinan; ada yang mengalami keraguan dan kebingungan tentang makna perkawinan karena pengaruh praktek h...idup yang merendahkan nilai-nilai kehidupan rumah tangga; dan ada pula keluarga yang dihalangi atau dihambat oleh pelbagai situasi yang tidak adil sehingga mereka tidak dapat menikmati hak-hak azasi mereka. 

Gereja merasa terpanggil untuk meneguhkan kelompok yang pertama; memberikan tuntunan dan pencerahan kepada kelompok yang kedua; menawarkan jasa dan membela kelompok yang ketiga.

Exhortatio Apostolica (himpauan kegembalaan) FC adalah dokumen resmi Vatikan yang menyimpulkan hasil-hasil sinode para uskup di Roma tgl 26 Sept – 25 Okt 1980. Sebulan lamanya para uskup sebagai gembala umat bersinode untuk memberikan perhatian mereka kepada keluarga-keluarga kristiani dan lembaga keluarga pada umumnya.

1. HARAPAN DAN TANTANGAN

Dari satu pihak, ada beberapa ciri yang memberi harapan ialah: adanya kesadaran dan kebebasan pribadi yang lebih besar, juga dalam hal memilih status hidup berkeluarga; Perhatian lebih besar bagi mutu perkawinan sebagai relasi antar pribadi suami dan isteri; Penghormatan para martabat wanita; prokreasi yang bertanggungjawab dan kesadaran lebih besar untuk mendidik anak-anak.
Ada kesadaran pula soal ketergantungan antar keluarga untuk saling menolong di bidang rohani, bantuan material, menemukan kembali misi gerejani yang khas bagi keluarga untuk membangun masyarakat yang lebih adil.
Dari lain pihak ada gejala yang merendahkan nilai-nilai dasar keluarga: Konsep teoritis dan praktis yang keliru tentang hubungan saling ketergantungan antara suami dan isteri; Kekeliruan berat tentang pengertian hubungan kekuasaan antara orangtua dan anak-anak; Kesulitan praktis bagi keluarga dalam mewariskan nilai-nilai moral bagi anak-anak; Banyaknya praktek perceraian; Banyaknya praktek abortus; Lebih banyaknya orang yang melakukan sterilisasi; Adanya mentalitas kontraseptif yang sangat nyata.
Pada akar semua penyimpangan itu tidak jarang terdapat paham dan pengalaman yang salah tentang kebebasan manusia. Kebebasan tidak dimengerti sebagai kemampuan untuk mewujudkan kebenaran rencana Allah bagi perkawinan dan keluarga, melainkan sebagai otonomi untuk realisasi diri yang sering dengan melawan hak-hak orang lain demi mencapai kesenangan sendiri
Patut diperhatikan pula bahwa di negara ketiga keluarga-keluarga sering mengalami kesulitan makanan, pakaian, rumah, pengobatan bahkan kebebasan dasar. Sebaliknya di negara maju, keluarga hidup dalam kemewahan, mentalitas konsumeristis, bahkan egoisme kesenangan diri sampai tidak mau repot melahirkan dan memelihara anak-anak.
Harapan dan tantangan itu menjadi tanda-tanda zaman yang harus dijawab oleh Gereja untuk tetap mempertahankan nilai-nilai

2. RENCANA ALLAH BAGI PERKAWINAN DAN
KELUARGA

Dari mana manusia tahu tentang rencana Allah? Jawabnya: dari wahyu positif dan wahyu natural. Wahyu positif berarti apa yang disampaikan melalui Kitab Suci. Wahyu natural artinya apa yang terdapat di dalam alam ciptaan dan diketahui dengan akal budi. Dari Kitab Suci kita tahu bahwa Allah menciptakan manusia pria dan wanita untuk membentuk satu keluarga: mereka bukan lagi dua, melainkan satu daging. Dari hukum alam kita tahu bahwa ciptaan Tuhan, hewan, manusia bahwa tumbuhan berpasang-pasngan jantan dan betina, pria dan wanita, dan dari sana lahirlah keturunan-keturunan. Yang pertama disebut hukum wahyu positif; yang kedua disebut hukum natural-alamiah.

2.1. Rencana Allah menurut Pewahyuan
Dari data wahyu kita mengetahui bahwa: 1). Allah menciptakan manusia segambar dengan Allah; 2). Keluarga dipanggil untuk mewujudkan cinta kasih; 3). Keluarga adalah panggilan dari Allah.

2.1.1. Allah Menciptakan Manusia Segambar dengan Allah
Allah menciptakan manusia menurut gambar dan citra-Nya (Kej. 1:27). Allah pada hakekatnya adalah kasih (Yoh 4:16). Manusia diciptakan menurut model kasih dan dengan motivasi kasih. Dengan menciptakan manusia menurut gambar-Nya, Allah mengukir di dalam diri setiap manusia, pria dan wanita, suatu kemampuan atau dorongan yang kuat untuk mengasihi. Dengan demikian panggilan dasar manusia ialah untuk mengasihi.
Panggilan untuk mengasihi disebut panggilan umum atau panggilan dasar. Kalau manusia ingin menjadi manusia yang sesungguhnya ia harus berkembang dalam kemampuannya untuk mengasihi. Mengasihi berarti orang keluar dari dirinya sendiri untuk mengarahkan dirinya kepada Allah dan sesama. Semakin orang terarah kepada orang lain, semakin ia menemukan dirinya. Paradoks cinta ini diungkapkan oleh Yesus dalam Sabda-Nya, “Barang siapa ingin menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya. Barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan menyelamatkan nyawanya.” (Mrk 8:35). Dan kata-Nya lagi, “Tiada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang menyerahkan nyawanya untuk sahabat-sahabat-Nya.” (Yoh. 15:12). Ujian akhir manusia untuk melihat apakah ia lulus sebagai manusia dengan ujian kasih kepada sesama: “Ketika Aku lapar, haus, telanjang, sakit, dalam penjara..... dan kamu melawati Aku.” (Mat 25:31-46)

2.1.2. Manusia dipanggil untuk Mewujudkan Cinta Kasih
Bagaimana panggilan umum untuk mengasihi diwujudkan secara konkret? Tentu saja dengan melihat dimensi keberadaan manusia yang nyata. Manusia adalah ciptaan Tuhan yang bercorak jasmani dan rohani. Manusia adalah kesatuan tubuh dan jiwa (Anima et corpore unus). Maka cinta kasih juga dinyatakan secara rohani dan jasmani.
Secara rohani kasih adalah seperti yang dijelaskan oleh St. Paulus dalam Madah Kasih, “Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu; ia tidak memegahkan ciri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Ia menutupi segala-sesuatu, mengharapkan segala-sesuatu, sabar menanggung segala-sesuatu.” (I Kor 13:4-7). Madah kasih ini dapat menjadi cermin bagi manusia untuk melihat dirinya apakah ia sudah melaksanakan kasih. Madah itu bagaikan batu uji untuk menilai sikap dan tindakan manusia apakah sudah mengamalkan kasih.
Secara jasmani cinta kasih mengambil bentuk atau komitmen hidup tertentu dan nyata. Dalam ajaran Gereja Katolik bentuk jasmaniah cinta kasih ada dua macam: yaitu perkawinan dan selibat. Kedua status hidup ini adalah wujud konkret dari panggilan untuk mengasihi. Baik perkawinan maupun selibat dimaksudkan sebagai pernyataan cinta kasih secara penuh. FC no. 11 menyatakan: “Christian revelation recognizes two specific ways of realizing the vocation of the human person, it its entirety, to love: marriage and virginity or celibacy.Either one is, in its own proper form, an actuation of the most profound truth of man, of his being”created in the image of God”(Pewahyuan kristiani mengenal dua bentuk khusus mewujudkan panggilan untuk mengasihi, yaitu: perkawinan dan kemurnian atau selibat. Dengan caranya masing-masing keduanya adalah perwujudan dari kebenaran manusia yang paling mendalam sebagai pribadi yang diciptakan secitra dengan Allah).
Jelaskan bahwa perkawinan atau hidup berumah-tangga merupakan wujud panggilan untuk mengasihi. Sebagai manusia yang secitra dengan Allah, maka manusia pria dan wanita yang menikah dipanggil untuk mewujudkan cinta kasih yang sempurnya, seperti Bapamu di sorga sempurnya adanya.

2.1.3. Keluarga kristiani dihayati sebagai bentuk panggilan Tuhan
Dilihat dari cahaya iman, hidup perkawinan dan keluarga bukanlah sekedar keharusan alamiah yang artinya bahwa kalau pemuda dan pemudi sudah dewasa, maka harus menikah.Hidup berkeluarga juga bukan hanya suatu keharusan sosial, artinya bahwa setiap anggota masyarakat yang sudah waktunya menikah harus menikah demi melanjutkan keturunan dan kelangsungan masyarakat.
Hidup berkeluarga merupakan panggilan dari Allah karena keluar dari kehendak Allah sendiri bagi manusia. Lembaga perkawinan bukanlah lembaga manusiawi saja, melainkan lembaga ilahi dengan mana Allah memanggil manusia. Maka pada waktu orang Farisi bertanya kepada Yesus, “Apakah seorang suami boleh menceraikan isterinya dengan alasan apa saja?, Yesus menjawab: “Sebab pada awal dunia, Allah menjadikan mereka laki-laki dan perempuan, sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduania itu menjadi satu daging. Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu.” (Mrk 10:6-8). Betapa indah jawaban Yesus itu. Kata-kata itu bukan hanya indah melainkan menyatkan kebenaran tentang arti hidup perkawinan bagi manusia. Orang beriman yang menikah mengikuti panggilan Tuhan untuk membentuk keluarga manusia penuh kasih dan pengorbanan.

3. PERANAN KELUARGA KRISTIANI

Keluarga kristiani memiliki peran-peran sangat penting yang harus dilaksanakan. Peranan itu hanya bisa dilaksanakan oleh lembaga keluarga dan tidak bisa digantikan oleh lembaga apapun. Secara garis besar peranan itu ada empat dan bisa disebut dengan istilah yang sudah baku dalam Gereja, yaitu: bonum coniugis; bonum prolis, bonum societatis dan bonum religionis.

3.1. Membentuk Komunitas antar pribadi
Kata lain dari tema ini ialah kebahagiaan suami isteri atau demi perkembangan pribadi dua pribadi yang menikah. Pria dan wanita yang menikah memiliki harapan dan impian yang banyak dan indah. Mereka berharap agar semua harapan itu dapat diwujudkan di dalam perkawinan. Harapan itu misalnya: kebahagiaan lahir dan batin; kesetiaan perkawinan; kasih sayang yang tulus; saling menolong dan seterusnya.
Harapan terhadap perkawinan dapat dirumuskan dalam suatu definisi dari perkawinan itu sendiri. Perkawinan ialah persekutuan mesra hidup dan cinta antara pria dan wanita untuk saling membantu di segala bidang kehidupan, terlebih di dalam bidang penyempurnaan cinta kasih. Perkawinan itu terarah kepada kelahiran anak-anak dan pendidikan mereka. Perkawinan itu juga demi kebaikan masyarakat dan melalui berkat Tuhan diangkat menjadi sakramen keselamatan.
Peran pertama yang dimainkan oleh keluarga kristiani ialah membentuk persekutuan antar pribadi. Siapakah pribadi manusia itu? Beberapa unsur atau sifat yang bisa ditunjuk antara lain:
a. Manusia adalah subyek. Subyek itu biasanya dimaksudkan pribadi yang berakal budi dan berkendak bebas. Manusia adalah pribadi yang memiliki hati nurani, dapat menentukan apa yang akan dilakukannya tanpa paksaan dan tekanan dari orang lain.
Relevansinya bagi keluarga: suami-isteri harus saling menghormati, tidak boleh memaksakan kehendak. Demikian pula anak-anak harus dihargai dan diperlakukan sebagai subyek. Anak tidak boleh dianggap sebagai obyek, barang milik, yang bisa dimanfaatkan atau menjadi pelampiasan kemarahan orang tua.
b. Manusia adalah pribadi yang tidak tergantikan. Setiap manusia adalah unik, satu-satunya, tidak pernah terulang, tidak tergantikan. Keberadaan manusia tidak pernah bisa ditukar tempat dengan orang lain. Setiap orang adalah dirinya sendiri. Ia tidak bisa diremehkan atau dianggap sepi atau angin lalu. Setiap pribadi manusia adalah luar biasa. Ia makhluk penuh misteri, memiliki kerohanian dan benih kehidupan kekal.
Relevansinya bagi keluarga ialah bahwa setiap anggota keluarga itu unik dan istimewa. Setiap anak yang lahir dalam keluarga juga unik dengan ciri khas dan bakatnya yang berbeda. Anak-anak tidak boleh dibanding-bandingkan. Isteri tidak boleh menuntut melebihi kemampuan suami, melainkan harus berterimakasih atas usaha keras yang sudah dilakukan untuk keluarga.
c. Manusia adalah pribadi yang terbuka dan terarah satu sama lain. Manusia secara hakiki adalah makhluk sosial. Manusia tidak dapat hidup dan berkembang tanpa bantuan orang lain. Manusia adalah pribadi yang being with others, being by others dan being for others. Manusia selalu hidup bersama dengan orang lain, oleh orang lain dan untuk orang lain.
Relevansi bagi keluarga ialah: anak-anak hanya bisa berkembang dalam kehidupan bersama keluarganya; anak-anak bahkan lahir dari orang tuanya dan anak-anak akan menjadi besar supaya belajar hidup untuk keluarganya dan orang lain.
d. Manusia adalah makhluk yang bertubuh. Tubuh manusia adalah bagian integral dari pribadinya. If you touch the body, you touch the person. Menyentuh tubuh seseorang berarti menyentuh kepribadiannya. Manusia perlu menghormati tubuhnya dan tubuh orang lain sebagai bagian kepribadiannya.
Relevansi bagi keluarga: perlu menjaga kesehatan, makan yang baik, istirahat yang cukup, berolahraga, menghindari kebiasaan buruk seperti merokok, mabuk, narkoba. Dalam relasi pria dan wanita, aspek tubuh manusia harus diperhatikan karena bisa menyangkut kesopanan dan ekspresi seksualitas. Keluarga perlu mengusahakan kesehatan dan kebugaran tubuh dari pada anggotanya.
e. Manusia adalah pribadi yang terarah kepada Tuhan. Manusia juga merupakan makhluk rohani. Manusia mempunyai kemampuan rohani untuk beriman kepada Tuhan.
Relevansinya bagi Keluarga kristiani ialah perlu diciptakan suasana pertumbuhan rohani bagi anak-anak. Anak-anak perlu diajari berdoa, diajak pergi ke Gereja dan dipersiapkan menerima sakramen-sakamen Gereja.

3.2. Keluarga Melayani Kehidupan
Kehidupan diterima oleh manusia dari Allah. Kehidupan bukan berasal dari manusia, melainkan hanya diterima dari Sang Pemberi kehidupan itu. Maka tugas manusia ialah untuk melayani kehidupan yang diterimanya itu. Manusia harus menerima, merawat, memelihara dan mengembangkan kehidupan yang sudah dianugerahkan oleh Tuhan secara cuma-Cuma.
Adalah hal yang luar biasa dan sangat mentakjubkan bahwa kehidupan manusia diberikan melalui keluarga di mana suami dan isteri menjadi “rekan-kerja” Sang Pencipta di dalam menciptakan kehidupan manusia.
FC menyebut suami-isteri sebagai cooperators in the love of God the Creator (rekan kerja dalam kasih Tuhan Sang Pencipta). “God calls them to a special sharing in his love and in his power as Creator and Father, through their free and responsible cooperation in transmitting the gift of human life: God blessed them, and God said to them, ‘Be fruitful and multiply, and fill the earth and subdue it.” (No. 28, par.1).
Tugas utama keluarga ialah untuk melayani kehidupan, untuk mewujudkan berkat Allah itu di dalam sejarah melalui prokreasi menyalurkan gambar Allah dari pribadi ke pribadi. Kesuburan adalah buah dari cinta perkawinan, suatu saksi hidup dari pemberian diri total antara suami-isteri.

3.2.1. Tugas melahirkan Anak
FC no. 29 par. 3 mengulangi dan menegaskan kembali norma yang harus ditaati dalam hal melahirkan keturunan. “This Sacred Synod, gathered together with the Successor of Peter in the unity of faith, firmly holds what has been set forth in the Second Vatican Council (GS, 50) and Humanae Viate 11: particularly that love between husband and wife must be fully human, exclusive and open to new life.”
“Dengan mengacu pada ketaatan terhadap hukum natural seperti selalu ditafsirkan oleh ajaran yang tetap, Gereja mengajarkan bahwa: masing-masing dan setiap persetubuhan suami-isteri harus tetap terbuka kepada kelahiran anak” (ut quilibet matrimonii usus ad vitam humanam precreandam per se destinatus pemaneat (AAS 60 (1968), 488.
Di sini ditekankan aspek prokreatif dan unitif dari persetubuhan yang merupakan cara natural di mana suami-isteri menjadi “rekan-kerja” Allah di dalam menciptakan manusia baru. Gereja sangat menjunjung tinggi martabat prokeasi ini karena di dalamnya terdapat hukum kodrati di mana Allah menciptakan manusia.
Kita kutip lagi pernyatan Mgr. Mario Conti, Uskup Agung Glasgow, “To any who are confused by the debate and who look to the teaching of the Church for guidance, we say this: all sexual intercourse outside of marriage is wrong, and within marriage such intercourse must always be ordered to the procreation of new life. The act by with a man and a woman love one another is the same act in the design of the Creator by which the love of God brings to birth new human life.”

3.2.1.1. Kalau Anak Terlalu Banyak: Kelahiran perlu diatur
Anak adalah anugerah Tuhan. Buktinya biarpun suami dan isteri sudah ingin sekali mempunyai anak, namun kadang-kadang mereka belum bisa mendapatkannya. Suami-isteri menyadari bahwa manusia hanya dapat berusaha sambil berdoa, namun Tuhanlah yang memberikan seorang anak. Anak adalah juga buah cinta suami-isteri. Anak lahir dari tindakan cinta kasih, penyerahan diri untuk saling membahagiakan. Sementara suami-isteri saling mengungkapkan kasih, seolah meluaplah dari kasih itu seorang anak. Anak menjadi tanda luapan cinta yang penuh kebahagiaan. Alangkah baiknya bahwa setiap anak dikandung dan dilahirkan atas cara ini: luapan kasih orang tuanya satu terhadap yang lain.
Namun kemudian dirasakan sebagai kesulitan apabila anak terlalu banyak. “Semboyan banyak anak, banyak rezeki” atau “ setiap anak membawa rezekinya sendiri” hanya berlaku pada masyarakat masa lampau di mana penduduk masih sedikit dan anak menjadi tenaga kerja dalam masyarakat agraris. Pada zaman kita ini di mana penduduk Indonesia sudah mencapai 220 juta jiwa dan kemampuan keluarga untuk membiayai anaknya maksimal dua orang saja, maka kelahiran anak harus dibatasi.
Ada persoalan antara ajaran Gereja (Humanae Viatae no. 11 dan FC no. 29 ) bahwa setiap persetubuhan suami-isteri harus terarah atau terbuka bagi kehidupan baru dan masalah keharusan membatasi kelahiran karena keterbatasan ekonomi keluarga. Kalau kelahiran dibatasi, maka akan bertentangandengan ajaran Gereja. Kalau kelahiran tidak dibatasi, maka akan kesulitan ekonomi.
Jalan keluar yang masuk akal rupanya ialah kelahiran harus dibatasi. Caranya bagaimana?
Pertama: Supaya sesuai dengan ajaran Gereja, maka suami-isteri tidak bersetubuh lagi. Sebab kalau bersetubuh, maka suami-isteri harus siap menerima kelahiran anak. Tapi apakah hal itu mungkin? Jalan keluar semacam itu adalah tidak manusiawi, tidak memahami kebutuhan biologis suami-isteri, bahkan bertentangan dengan ajaran tentang kewajiban suami-isteri untuk selalu “memberikan kepuasan batin”.
Kedua: Supaya sesuai dengan ajaran Gereja, maka harus pantang berkala. Suami-isteri hanya bersetubuh pada hari-hari di mana isteri sedang tidak subur. Karena dalam siklus haid 28 hari ada masa menstruasi 1 minggu, masa subur 1 minggu dan masa tidak subur 2 minggu. Hukum natural sudah mengatur bahwa selama 2 minggu tidak subur itu suami-isteri boleh bersetubuh.
Ketiga: Memakai alat-alat kontrasepsi dengan alasan: lebih aman dan pasti; kalau suami kerja di luar kota dan pulang justeru pada saat isteri subur, faktor pendidikan yang tidak bisa mengetahui metode kalender.
FC no. 35 dan HV no. 10 berbicara tentang cara pengaturan kelahiran yang bertanggungjawab.
FC no. 35: Mengenai pengaturan kelahiran yang benar, Gereja perlu memberikan peneguhan dan bantuan bagi suami-isteri yang ingin menghayati kebapa-ibuan mereka secara bertanggungjawab. Dalam hal ini, sementara Gereja memperhatikan dengan merasa puas hasil yang dicapai untuk menentukan dengan tepat masa-masa subur bagi wanita, dan sementara itu didukung pula penelitian yang lebih luas, Gereja perlu mengingatkan tanggungjawab para dokter, para ahli, penasehat perkawinan, para guru dan pasangan suami-isteri, yang dapat membantu pasangan untuk mewujudkan cinta mereka dengan tetap menghormati hakekat dan tujuan persetubuhan yang mengungkapkan cinta itu (married people to live their love with respect for structure and finalities of the conjugal act which expresses that love)
HV 10: Dalam hal melanjutkan keturunan, suami-isteri tidak boleh mengikuti kehendaknya sendiri saja, seolah-olah mereka dapat menentukan sendiri cara mana akan ditempuh; melainkan mereka harus menyesuaikan tindakan mereka dengan kehendak Tuhan dalam menciptakan manusia seperti dinyatakan dalam perkawinan dan persetubuhan suami-isteri, dan hal itu juga selalu ditegaskan dalam ajaran Gereja.
Beberapa pedoman yang perlu diperhatikan untuk memilih metode Keluarga Bertanggungjawab:
a). Tidak merendahkan martabat suami-isteri.
Manusia adalah pribadi yang memiliki hati nurani, kehendak dan kebebasan. Martabatnya direndahkan apabila orang merasa terpaksa untuk mengikuti suatu cara KB tertentu. Cara KB apapun yang dipilih perlu membuat suami-isteri lebih bahagia dalam hidup perkawinannya.
b). Tidak melawan hidup manusia
Metode KB tidak boleh bersifat abortif. Cara pengaturan kelahiran tidak boleh bertentangan dengan hidup manusia. Abortus tidak boleh dijadikan metode KB. GS no. 51 menyatakan, “Ada orang yang mengusulkan pemecahan masalah pengaturan kelahiran dengan cara-cara yang tidak jujur, bahkan tidak menutup kemungkinan membunuh kehidupan baru. Maka dengan ini Gereja mengingatkan bahwa pasti tidak terdapat pertentangan antara hukum ilahi dalam prokreasi dengan kewajiban suami-isteri untuk melaksanakan intimitas perkawinan.”
c). Dapat dipertanggungjawabkan secara medis.
Dimensi tubuh manusia mewajibkannya untuk menjaga kesehatan dan menghindari hal-hal yang membahayakan kesehatannya. Alat kontrasepsi dapat beresiko bagi kesehatan isteri. Oleh sebab itu memilih metode KB juga harus memperhatikan faktor resiko bagi kesehatan. Harus dipastikan bahwa metode KB itu tidak mengganggu kesehatan.
d). Atas persetujuan suami-isteri.
Unsur ini untuk menghindari pemaksaan dari pihak pemerintah yang sering tanpa sepengetahuan suami-isteri memasangkan alat KB pada semua wanita usia subur. Hal itu dilakukan karena faktor kebodohan dari pihak masyarakat kecil dan demi suksesnya program pemerintah. Pemerinth tidak boleh memaksakan programnya tanpa persetujuan suami-isteri.
Metode yang paling memenuhi semua syarat di atas ialah KB alamiah. Pemerintah RI juga sudah mengakui KB alamiah sebagai salah satu metode yang bisa dipilih. UU no. 10 tahun 1992 pasal 10 berbunyi: “ Setiap pasangan suami-isteri dapat menentukan pilihannya dalam merencanakan dan mengatur jumlah anak dan jarak antara kelahiran anak berdasarkan pada kesadaran dan rasa tanggungjawab terhadap generasi sekarang maupun yang akan datang.”

3.2.1.2. Kalau tidak mempunyai anak: Adopsi
Ada pula pasangan yang tidak dikaruniai anak. Perkawinan katolik tidak boleh diceraikan dengan alasan tidak mempunyai anak. Tujuan perkawinan yang pertama ialah untuk kebaikan suami-isteri itu sendiri. Kalau mereka tidak punya anak, maka mereka bisa mengadopsi anak. Dekrit Kerasulan Awam (AA) no.11 menyatakan,”Di antara pelbagai karya kerasulan keluarga baiklah disebut yang berikut ini: memungut anak-anak terlantar menjadi anaknya (adopsi).”
Syarat-syarat adopsi:
1. Siapa yang bisa dijadikan anak adopsi:
Anak umur 0-18 tahun yang diterlantarkan oleh orang
tuanya/walinya tanpa bantuan moril dan materiil.
2. Siapa yan dapat melakukan adopsi:
Hanya pasangan yang dalam pernikahan sah, sekurang-
kurangnya sudah menikah 3 tahun, dan memiliki rumah tangga
yang rukun, dengan atau tanpa anak.
3. Batas umur pasangan yang bisa mengadopsi:
Pasangan yang akan melakukan adopsi harus berusia di atas 18
tahun dan kurang dari 40 tahun.
4. Kepada siapa orang bisa mengajukan permohonan adopsi?
Kepada pengadilan anak-anak dan permohonan itu jatuh setelah
dua tahun dan bisa diperbaharui lagi.
5. Bagaimana cara memberikan jaminan kepada anak-anak bahwa
keluarga yang akan mengadopsi bisa dipercaya.
a. Lembaga peradilan anak membuat seleksi dari para pemohon dan menentukan yang pantas untuk dapat mengadopsi.
b. Penyelidikan itu meliputi: kemampuan pasangan untuk mendidik anak; situasi personal, keadaan ekonomi, kesehatan, lingkungan keluarga, motivasi yang mendorong untuk melakukan adopsi.
6. Akibat hukum dari adopsi: Anak yang diadopsi mendapatkan status sebagai anak sah dari keluarga yang mengadopsi. Anak itu berhak menggunakan nama famili (fam) dan mendapatkan hak ahli waris. Hubungan anak itu dengan orangtua kandung terputus secara hukum.

3.2.1.3. Bayi Tabung
Pasangan mandul lebih senang tentu kalau bisa punya anak sendiri. Para ahli berusaha untuk menolong mereka. Ahli kandungan, ahli genetik (genekolog) dan ahli embrio (embriolog) yang mendalami masalah terjadinya janin akhirnya mampu mempelajari bagaimana proses “terjadinya” bakal anak. Mereka berusaha untuk membantu pasangan mandul untuk dapat melahirkan anak mereka sendiri.
Bayi tabung pertama yang lahir di dunia ialah Louis Brown. Ia lahir di Manchester, Inggris, 25 Juli 1978 atas pertolongan dr. Robert G. Edwards dan dr. Patrick C. Steptoe. Menurut dr. Edwards, sejak saat itu klinik bayi tabung berkembang pesat. Tahun 1990 di Perancis saja ada 140 klinik. Di Bourn Hall, tempat dr. Edwards praktek ada 1000 bayi tabung sedang menanti saat dilahirkan.
Di sini tidak akan diterangkan bagaimana secara teknis metode bayi tabung itu dilakukan. Yang akan diterangkan ialah konsekuensi moral dari teknik ini. Tujuan para ahli membuat tehnik bayi tabung ialah untuk membantu pasangan mandul memiliki anak dari darah-dagingnya sendiri. Sarana yang dipakai ialah pembuahan bukan alamiah karena melibatkan campur tangan dokter. Beberapa efek samping yang ditimbulkannya ialah:
1). Persetubuhan dipisahkan dari pembuahan. Secara alamiah pembuahan adalah hasil dari persetubuhan suami-isteri. Dalam tehnik bayi tabung, tanpa persetubuhanpun dapat dibuat pembuahan (konsepsi).
2). Pembuahan buatan dengan sperma dari suami (homologous insemination). Sperma diambil dari suami dengan jalan masturbasi (yang secara intrinsik juga jahat, karena melawan tujuan seksualitas) kemudian dipertemukan dengn sel telur dari isteri. Setelah menjadi embrio ditanam dalam rahim isteri dan proses kehamilan dan kelahiran seperti biasa.
3). Pembuahan buatan dengan sperma dari bukan suaminya atu donor (heterologous inseminarion). Karena sperma suami tidak sehat, cacat atau mengangung penyakit, maka suami-isteri bisa mencari sperma dari seorang donor. Donor itu dirahasiakan orangnya. Tapi tentu dengan syarat-syarat spermanya sehat, kebangsaan sama dengan yang meminta supaya anak tidak terlalu beda dengan orang tua, seorang yang pandai, terkenal, pemenang noble, pemenang oscar atau dari ras lain supaya memperbaiki keturunan dan segala macam motivasi yang bisa diberikan. Hasil pembuahan itu kemudian ditanam pada rahim isteri dan proses kehamilan dan kelahiran seperti biasa.
4). Homologous insemanation dengan meminjam rahim wanita lain untuk mengandungkannya (surrogate mother).
5). Heterologus insemanation dengan meminjam rahim wanita lain untuk mengandungkannya (surrogate mother).
6). Sel telur donor dan sperma dari suami, dan kandung sendiri oleh isteri.
7). Sel telur donor dan sperma donor, tapi dikandung sendiri oleh isteri.
8). Sel telur donor dan sperma dari suami, tapi dikandung oleh wanita sewaan.
9). Sel telur donor dan sperma donor, tambah lagi dikandung oleh wanita sewaan. Dalam kasus ini suami-isteri mandul itu sama sekali tidak mewarisken benih keturunannya dan jug tidak mengandungnya. Kasus no. 9 ini sama dengan membuat adopsi dalam level embrio. Orang dapat melakukan adopsi pada waktu bayi umur satu hari, namun ini justeru pada saat masih dalam bentuk janin.
10. Munculnya bank sperma dan sel telur di mana disimpan sperma dan sel telur dari orang-orang terkenal yang benihnya bisa dipesan oleh pasangan mandul. Atau suami-isteri sengaja menyimpan benihnya di bank tersebut supaya kalau salah satu meninggal, benihnya bisa untuk pembuahan sehingga orang yang sudah meninggalpun masih bisa punya anak. Itulah akibat atau efek samping yang ditimbulkan oleh metode bayi tabung.
11. Metode bayi tabung juga menimbulkan masalah kebapa-ibuan biologis dan legal. Yang normal bapa-ibu biologis adalah bapa-ibu legal juga. Namun dengan metode itu bapak-ibu biologis belum tentu bapak-ibu legalnya.

3.2.1.4. Instruksi DONUM VIATE
Donum Vitae adalah Instruksi dari Propaganda Fide tentang hormat pada hidup manusia sejak saat pertama pembuahan dan hormat pada martabat prokreasi alamiah. Instruksi ini ditandatangani oleh Joseph Cardinal Ratzinger tgl. 22 Februari 1987. Instruksi ini disebutkan juga sebagai: jawaban atas beberapa pertanyaan yang aktual dewasa ini. Di antara masalah-masalah yang dibahas dan disikapi oleh Gereja ialah:
1. Semua jenis pembuahan artiisial di atas ditolak dengan alasan:
a): Anak punya hak untuk dikandung, dilahirkan dan dibesarkan di dalam sebuah keluarga. Hanya melalui hubungan yang kokoh dan sehat dengan orangtua anak-anak dapat menemukan identitasnya dan mencapai perkembangan dirinya.
b): Orang tua melihat di dalam diri anaknya suatu kepenuhan dari cinta pemberian diri timbal balik suami-isteri.
c): Kebaikan anak-anak dan kebaikan orangtua adalah sumbangan bagi kebaikan masyarakat.Kestabilan masyarakat menghendaki bahwa setiap anak muncul dari keluarga atas dasar pernikahan yang kokoh.
2. Ibu Sewaan juga harus ditolak: alasannya: Surrogate motherhood represents an objective failure to meet the obligations of maternal love, of conjugal fidelity and of responsible motherhood; it offends the dignity and the right of the child to be conceived, carried in the womb, brought into the world and brought up by his own parents; Ibu sewaan melecehkan unsur-unsur dasar pembentukan keluarga.

3.2.2. Tugas mendidik anak-anak
FC 36 mengutip dokumen Vatikan II GE, no.3 yang mengatakn, “Karena orangtua telah melahirkan anak-anak, maka mereka memiliki kewajiban mulia untuk mendidik mereka. Oleh karena itu orangtua harus diakui sebagai pendidik pertama dan utama bagi anak-anak mereka. Peranan mereka untuk mendidik anak-anak begitu menentukan sehingga hampir tidak ada alasan apapun yang bisa dibenarkan bagi kegagalan tugas itu. Keluarga adalah sekulah pertama dari keutamaan-keutamaan hidup yang sangat dibutuhkan bagi masyarakat.”
Hak dan kewajiban orangtua untuk mendidik anak adalah esensial, karena berkaitan dengan melanjurkan kehidupan; original dan pertama bila dibandingkan dengan lembaga lain dan dilihat dari keunikan hubungan orangtua dan anak, tak tergantikan dan tak tersangkalkan sehingga tidak bisa sepenuhnya didelegasikan atau ditolak oleh orang lain.
Ciri khas pendidikan oleh orangtua ialah parental love, kasih-sayang orang tua kepada anak-anak yang menjadi motivasi dasar. Guru atu siapapun tidak bisa menggantikan kasih-sayang orangtua terhadap darah dagingnya sendiri. Orangtua juga menjadi sumber source of animating and guiding prinsiple (prinsip, pegangan yang mengarahkan dan menghidupkan) dalam bentuk nilai-nilai: kindness, constancy, goodness, service, disinterestedness and self-sacrifice. Nilai-nilai itu hanya bisa diinternalisasikan lewat pendidikan di dalam keluarga.

FC no. 37 menyebutkan 3 nilai manusiawi yang essensial.
1). Sikap yang benar terhadap harta duniawi
“Children must grow up with a correct attitute of freedom with regard to material goods, by adopting a simple and austere life style and being fully convinced that “man is more preciouse for what he is than what he has.” Nilai yang mau ditekankan di sini adalah sikap lepas-bebas terhadap harta duniawi. Manusia lebih bernilai daripada harta. Manusia harus dihormati sebagai manusia, bukan karena hartanya atau kedudukan sosialnya. Nilai ini sangat penting untuk melawan konsumerisme dan pengurasan sumber alam yang mengakibatkan kerusakan lingkungan.

2). Pendidikan keadilan dan solidaritas
“ In a society shaken and split by tensions and conflicts caused by various kinds of individualism and selfishness, children mus be enriched not only with a sense of true justice, but also a sense of true love as a disinterested service with regard to others, especially the poorest and those in most need.” Nilai yang mau ditekankan ialah perasaan simpati dan empati dengan sesama manusia yang menderita dan membutuhkan pertolongan. Dalam hidup bermasyarakat yang baik, maka nilai tolong-menolong semacam itu sangatlah penting.

3). Sikap yang benar terhadap seksualitas.
“Education for chastity is absolutely essensial, for it is a virtue that develops a person’s authentic maturity and makes him or her capable of respecting and fostering the “nuptial meaning” of the body. Indeed Christian parents, discerning the sign of God’s call, will devote special attention and care to education in virginity as the supreme form of that self-giving that constitutes the very meaning of human sexuality.” Nilai yang dtekankan di sini ialah panggilan cinta kasih Tuhan melalui seksualitas itu bertujuan untuk kebahagiaan manusia sendiri. Kenyataanya seksualitas akan membawa kebahagiaan apabila anak-anak dibantu untuk bertumbuh dan berkembang dalam seksualitas yang sehat, menjaga kemurnian sampai saat pernikahan atau hidup selibat demi Kerajaan Allah. FC melanjutkan: “Education must bring the children to aknowledge of and respect for the moral norms as the necessary and highly guarantee for responsible personal growrth in human sexuality.” Hanya dengan mentaati nilai moral, maka kehidupan seksual bisa membawa kebaikan dan kebahagiaan.

3.2.3. Pentingnya Sekolah Katolik
Sama seperti sekolah pada umumnya, sekolah katolikpun mempunyai tujuan untuk mengajarkan ilmu pengetahuan dan pendidikan manusiawi kepada kaum muda. Sekolah katolik menyelenggarakan kurikulum pendidikan sama seperti sekolah lain. Yang menjadi ciri khas sekolah katolik ialah, “menciptakan lingkungan hidup bersama di sekolah, yang dijiwai oleh semangat Injil, membantu kaum muda untuk berkembang sebagai ciptaan baru di dalam Kristus, karena menerima baptis.”
Sekolah katolik dimaksudkan pula untuk mengarahkan kebudayaan manusia kepada pewartaan keselamatan, sehingga pengetahuan yang tahap demi tahap diperoleh oleh siswa tentng dunia, kehidupan dan manusia disinari oleh terang iman.
Sama dengan sekolah pada umumnya sekolah katolik juga membantu orangtua dalam mendidikan anak-anak. Orangtua berhak dan bebas untuk memilik sekolah bagi anak-anak mereka sesuai dengan keyakinan agamanya.
Sekolah katolik sangat penting bagi Gereja-gereja muda di daerah misi untuk mendidik anak-anak katolik dan non-katolik. Kehadiran sekolah katolik merupakan sumbangan yang berharga bagi masyarakat luas untuk mencerdaskan kehidupan generasi muda. Tentu saja Gereja tidak boleh memaksa para siswa bukan katolik untuk menjadi katolik, karena hal itu bertentangan dengan ajaran Gereja sendiri tentang kebebasan beragama.
Tetapi Gereja berhak untuk mewartakan Yesus Kristus melalui sekolah-sekolah katolik pula. Hal itu diwujudkan dengan adanya pelajaran agama katolik sebagai ciri khas lembaga pendidikan katolik. Orangtua yang mengirimkan anaknya ke sekolah katolik sudah tahu bahwa mereka akan mendapatkan pelajaran agama katolik.
Tujuan pengajaran agama katolik di sekolah katolik ialah: pertama, bagi anak-anak katolik sebagai pendalaman iman, sedangkan bagi anak-anak non-katolik sebagai pewartaan. Namun pada akhirnya terserah kebebasan anak-anak non-katolik itu untuk mempertimbangkannya sendiri.

3.3. Ambil bagian Membangun Masyarakat
FC No 44 par.3 menyatakan, “The social contribution of the family has an original character of its own, one that should be given greater recognition and more decisive encouragement, especially as the children gwow up, and actually involving all its members as much as posible.”
Peran sosial keluarga nampak dalam menyiapkan anggota masyarakat yang handal dan berkwalitas melalui pendidikan di dalam keluarganya. Anak-anak dididik dan dibina untuk tumbuh menjadi anggota masyarakat yang berguna.
Keluarga adalah juga bagian dari masyarakat. Keluarga kristiani serentak adalah unsur terkecil dari Gereja dan sel terkecil dari masyarakat. Sebagai anggota masyarakat keluarga kristiani merupakan bagian esensial dan pilar-pilar masyarakat bersama dengan semua keluarga lainnya. Keluarga ikut ambil bagian membangun masyarakat dengan cara menyediakan anggota keluarganya bekerja dan melayani kebutuhan masyarakat sesuai dengan keahliannya.
Hubungan antara kehidupan keluarga dan kondisi masyarakat sangatlah erat. Setiap orang yang bekerja untuk masyarakat berangkat dari rumah dan kembali ke rumah. Suasana di dalam rumah bisa sangat mempengaruhi kwalitas pelayanan di dalam masyarakat. Kita ambil beberapa contoh:
a). Keluarga yang harmonis, setia dalam perkawinan, mendidik anak dengan baik, rajin bekerja, disiplin, akan menyumbangkan di dalam masyarakatnya hal-hal positif dan sangat bermanfaat.
b). Keluarga yang broken home, anak-anak terbiar-liar, gaya hidup tidak disiplin akan mempengaruhi masyarakat dengan hal-hal negatif dan merusak.
c). Isteri yang mempunyai sifat boros, meterialistis dan begaya hidup mewah dapat mendorong suami untuk korupsi di tempat kerjanya.
d). Isteri yang sederhana, hemat dan tahu menghargai harta, hidup penuh syukur, saleh, akan menghindarkan suami dari keharusan korupsi untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
e). Ada keluarga-keluarga dengan tradisi profesi tertentu: Keluarga tentara, keluarga polisi, keluarga dokter, keluarga guru, keluarga arsitek, keluarga apoteker dll cenderung menurunkan anak-anak dengan minat seperti tradisi keluarga itu, sehingga profesi itu juga sangat membantu masyarakat.
f). Sebaliknya pula ada keluarga yang kurang beruntung dengan segala keadaan yang malang: pendidikan rendah, pekerjaan tidak tetap, anak-anak hidup di jalan menjadi sumber tindak kejahatan.

Hubungan sangat erat antara keluarga dan masyarakat bisa diungkapkan dengan semboyan: “Keluarga retak, masyarakat rusak.” Keluarga kokoh, masyarakat kuat.” Oleh karena itu hendaknya setiap keluarga baru yang akan dibentuk hendaknya mempunyai persiapan yang matang supaya bukan hanya berguna untuk diri sendiri, melainkan untuk masyarakat juga.
FC 43 par.4 menegaskan, “The family is thus the place of origin and the most effective means for humanizing and personalizing society: it makes an original contribution in depth to building up the world, by making a life that is properly speaking human.” (Keluarga adalah asal-usul dan sarana paling efektif untuk membuat masyarakat lebih manusiawi dan lebih bermartabat. Keluarga memberikan sumbangan yang asli untuk membangun dunia yang sungguh-sungguh manusiawi).
FC 44 bicara tentang peran politik keluarga sbb: “Fungsi sosial keluarga diharapkan untuk menampilkan diri dalam bentuk intervensi politik: keluarga harus menjadi pengambil langkah pertama untuk melihat apakah undang-undang atau peraturan pemerintah itu bukan hanya tidak bertentangan, melainkan apakah mendukung hak-hak dan kewajiban keluarga. Keluaraga perlu menumbuhkan kesadaran sebagai pemeran utama (protagonis: baroll) yang bertanggungjawab untuk membangun masyarakat. Kalau peran itu tidak disadari maka keluarga-keluarga akan menjadi korban pertama pelbagai pengaruh buruk masyarakat dan kebijaksanaan publik yang menyangkut orang banyak.

3.4. Ambil Bagian Melaksanakan Misi Gereja
Peran keluarga dalam ambil bagian misi Gereja dijelaskan dalam FC no. 50-64. Ada 14 nomor yang dipakai untuk menjelaskan pokok ini sehingga nampaklah pentingnya tema ini.
“Keluarga kristiani dipanggil untuk ambil bagian secara aktif dan bertanggungjawab dalam misi Gereja dengan cara yang asli dan khas dengan menjadi intimate community of of life and love (komunitas intim: hidup dan cinta) demi pelayanan Gereja dan masyarakat.
Keluarga kristiani berperan dalam misi Gereja dengan cara menghadirkan Kerajaan Allah dalam hidup setiap hari sesuai dengan status hidup mereka. “It is thus in the love between husband and wife and between the members of the family that the Christian family participates in the mission of Christ and his Church.
Atas dasar partisipasi keluarga kristiani dalam misi Gereja kini diberikan tiga bentuk keterlibatan mereka ke dalam perutusan Gereja: (a. A believing and evangelizing community; b. A community in dialogue with God; c. A community at the service of man.
1. Keluarga kristiani menjadi komunitas yang percaya dan mewartakan. Keluarga menjalankan misi Gereja dengan cara sendiri menjadi keluarga yang beriman dan mewartakan iman. Misi ini dilakukan terlebih dengan cara menghidupi nilai-nilai perkawinan kristiani. Dengan menjadi keluarga kristiani yang setia kepada janji perkawinan dan menghayati sakramen nikah, maka keluarga kristiani ambil bagian dalam misi Gereja yang memberi kesaksian iman.
2. Keluarga kristiani menjadi komunitas yang berdialog dengan Tuhan. Dialog itu berarti mendengarkan Firman Tuhan dan Berdoa kepada Tuhan. Keluarga menjadi tempat di mana orangtua dan anak-anak menghayati iman. Beberapa tema yang disebut oleh FC tentang keluarga ialah: Keluarga menjadi tempat kudus (Sanctuary) Gereja di dalam rumah. Keluarga menjadi sekolah doa yang mengajari anggotanya untuk berkomunikasi dengan Tuhan. Doa yang dibangun di dalam rumah tangga menjadi dasar yang kuat untuk menjalankan tugas setiap hari.
3. Keluarga kristiani menjadi komunitas yang melayani sesama. Ujung dari kepercayaan dan praktek doa adalah pelayanan. Setelah keluarga dibangun atas dasar iman dan dialog dengan Tuhan, maka buahny adalah pelayanan kepada sesama. Dengan itu dimaksudkan hendaknya keluarga kristiani berguna untuk masyarakat sekitarnya. Keluarga kristiani perlu menampakkan solidaritas dan kesediaan membantu sesamanya yang membutuhkan. Melalui kesediaan melayani sesama, Gereja juga diuntungkan di dalam karya kerasulannya. Keluarga kristiani menampakkan wajah Gereja di tengah kehidupan masyarakat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar